Majalahglobal.com, Mojokerto – Sidang Gugatan Eks Kelurahan Gunung Gedangan Kecamatan Magersari Kota Mojokerto dimulai. Di dalam Perda Kota Mojokerto No 17 Tahun 2015 atas perubahan Peraturan Daerah Kota Mojokerto terdapat Pasal 3 huruf b.
Di pasal tersebut menerangkan, Kelurahan di Kecamatan Magersari ada 10 Kelurahan, salah satunya adalah Kelurahan Gunung Gedangan.

Dulu sebelum pemekaran, wilayah tersebut masuk wilayah Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto.
“Sejarahnya, dulu Kelurahan Gunung Gedangan dipimpin seorang Kepala Desa (masih ikut Kabupaten Mojokerto) salah satunya adalah Saboe Soerachman,” tegas Sunarto, Ketua DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PDI Perjuangan, Kamis (11/1/2024) di Kantor PN Mojokerto.
Lebih lanjut dikatakannya, dengan adanya pemekaran wilayah, banyak tanah-tanah rakyat yang awalnya dibiarkan untuk bangunan sosial dan juga pemerintahan beralih ke Pemerintahan Kota Mojokerto.
“Ironisnya, jika tanah yang dipersengketakan tersebut bukan milik Pemkot Mojokerto segera kembalikan ke rakyat. Jika Pemkot Mojokerto merasa pernah membeli atau mendapatkan hibah dari instansi-instansi yang lainnya harusnya dibuka saja di persidangan yang saat ini sedang diperjuangkan oleh para Ahli Warisnya. Jangan mentang-mentang berkuasa seenaknya menguasai hak dengan melawan hukum. Kasihan rakyat jelata,” tandas Sunarto.
H. Atmo yang merupakan salah satu saksi penggugat mengatakan, ia merupakan Mantan Sekretaris LKMD dan Mantan PNS Inspektorat Kabupaten Mojokerto.
“Sesuai dengan cerita dari orang tua saya, tanah eks Kelurahan Gunung Gedangan adalah milik dari Almarhum Saboe Soerachman yang merupakan Mantan Kepala Desa Gunung Gedangan. Memang benar Ari Sutartik selaku penggugat adalah salah satu ahli waris dari Saboe Soeracham yang sah. Bahkan saat ini eks Kelurahan Gunung Gedangan tidak terpakai dan sudah pindah menempati Kantor Kelurahan yang baru,” ujar H. Atmo.
Priyo Utomo yang merupakan salah satu saksi penggugat menambahkan, ia merupakan Mantan Sopir Keluarga Mantan Wali Kota Mojokerto Abdul Gani.
“Saya dulu pernah dimintai tolong oleh penggugat untuk mengurus permasalahan ini namun tidak selesai dikarenakan kesulitan untuk mendapatkan data-data kepemilikan (letter c) di Kelurahan,” terang Priyo Utomo.
Lebih lanjut dikatakannya, ia mengetahui dari cerita masyarakat jika tanah yang ditempati eks Kelurahan Gunung Gedangan memang benar milik dari orang tua penggugat dikarenakan pada saat itu orang tua penggugat sangat kaya raya sekaligus menjadi Kepala Desa Gunung Gedangan.
“Permasalahan ini pernah diurusi pula oleh beberapa orang yang mengaku pengacara maupun LSM namun berhenti di tengah jalan dikarenakan faktor biaya. Sebelum gugatan ini diajukan ke Pengadilan Negeri Mojokerto, pernah keluarga Saboe Soerachman mencoba meminta hak-nya ke Pemkot Mojokerto namun selalu dipersulit dan terkesan di pingpong kesana kemari,” jelas Priyo Utomo.
Kuasa hukum penggugat, H. Rifan Hanum menegaskan, perkara ini ditangani oleh Kantor Firma Hukum H. Rifan Hanum & Nawacita secara cuma-cuma.
“Memang benar tim kami yang menangani perkara ini atas dasar kasihan melihat perjuangan keluarga besar Saboe Soerachman. Kami tidak menarik biaya sepersen-pun karena ini merupakan salah satu kewajiban seorang advokat untuk memberikan bantuan secara prodeo kepada masyarakat miskin yang membutuhkan keadilan,” ujar Abah Hanum.
“Seorang Advokat tidak boleh menolak perkara yang masuk kepadanya kecuali jika tidak ada dasar hukum dan adanya konflik kepentingan. Jadi kami wajib membantu atas nama keadilan,” tambah Abah Hanum.

Hadi Subeno, S.H. salah satu Advokat yang tergabung dalam Firma Hukum H Rifan Hanum & Nawacita mengatakan, pihaknya memohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa Perkara a quo memberikan putusan dengan seadil-adilnya.
“Data memang kami akui, jauh dari kesempurnaan jika dilihat dari sisi hukum normative. Namun hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat. Artinya seorang hakim harus memiliki kemampuan dan keaktifan untuk menemukan hukum (Recht vinding) sesuai Pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970 sebagaimana diubah dengan UU No 35/1999 dan terakhir diubah dengan UU No 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,” papar Hadi Subeno.

Menanggapi hal tersebut, Penyusun Bahan Bantuan Hukum Bagian Hukum Pemerintah Kota Mojokerto, Aan Puji Kistanto, S.H. menjelaskan, pihaknya tidak mau menyerahkan tanah tersebut.
“Kami juga tidak mau untuk memberikan ganti rugi,” jelas Aan.
Saat dikonfirmasi, Pj. Wali Kota Mojokerto, Moh. Ali Kuncoro meminta waktu untuk mempelajari.
“Mohon waktu saya pelajarinya dulu,” ungkap Pj. Wali Kota Mojokerto. (Jay/Adv)