Majalahglobal.com, Mojokerto – LSM LIRA Mojokerto resmi melaporkan dugaan permainan skor ujian perangkat Desa Ngabar, Desa Penompo dan Desa Mojorejo.
Pengaduan tertanggal 23 Oktober 2023 no 146/D/DPD-LIRA_MJKRA/X/2023 kepada Bupati Mojokerto dan juga DPRD Kabupaten Mojokerto memasuki babak baru.
Pengaduan tersebut terkait dugaan permainan skor pelaksanaan pemilihan kekosongan perangkat desa yang dilaksanakan di Gedung BKPSDM Propinsi Jawa Timur.
Hingga saat ini pengaduan tersebut belum ada tindakan sama sekali dari pihak DPRD Kabupaten Mojokerto maupun Bupati Mojokerto.
Dalam rangka menindaklanjuti pelaporannya, hari ini LSM Lira Mojokerto Raya melaporkan kejadian tersebut ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto dan Polres Mojokerto Kota.
Sekda Lira Mojokerto Raya, Herianto menegaskan, pihaknya sudah menyiapkan semuanya untuk melawan ketidakadilan dan pihaknya menempuh jalur hukum karena pihak Pemerintah Kabupaten Mojokerto tidak bisa menangani hal ini.
“Kita tidak akan berhenti sampai disini. Selagi ketidakdilan terjadi di kalangan masyarakat, LSM LIRA akan terus bergerak,” tandas Sekda Lira Mojokerto Raya, Herianto, Senin (30/10/2023) di Polres Mojokerto Kota.
Ia menambahkan, pihaknya hanya ingin DPRD Kabupaten Mojokerto dan Bupati Mojokerto segera mengulang pelaksanaan pemilihan pengisian kekosongan perangkat di tiga desa.
“Desa Ngabar, Desa Penompo dan Desa Mojorejo. Ujiannya harus dilaksanakan secara online dan pengawasan ekstra agar hasilnya murni dari hasil pemikiran peserta yang punya potensi,” pesan Herianto.
Herianto menegaskan, hal tersebut penting agar jalannya pemerintahan desa bisa berjalan dengan baik dan membangun.
“Kita tunggu hasilnya dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto dan Polres Mojokerto Kota yang ditangani langsung oleh Satreskrim Unit II,” jelas Herianto.
Pihaknya berharap Kabupaten Mojokerto bersih dari kolusi, korupsi, nepotisme dan gratifikasi.
“Kami tidak ingin ada yang merusak marwah pembangunan Kabupaten Mojokerto yang jujur, adil dan makmur,” harap Herianto.
Diberitakan sebelumnya, indikasi adanya kecurangan dalam ujian perangkat desa di wilayah Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto semakin menguat.
Ujian yang dilaksanakan di gedung BKPSDM Provinsi Jatim dengan ketua penyelenggaranya Camat Jetis, Madya Andriyanto mendapatkan banyak kritikan dari masyarakat.
Pelaksanaan ujian yang pertama kali menggunakan sistem IT ini dilaksanakan oleh wilayah Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto, namun banyak kejanggalan.
Sebagai contoh, dilihat dari peserta ujian yang sebenarnya hanya 33 peserta dari 3 Desa yaitu Desa Mojorejo, Desa Penompo dan Desa Ngabar. Namun di dalam sistem IT tertulis 34 peserta.
Beberapa peserta ujian menyayangkan terjadinya tidak profesionalnya penyelenggara ujian.
Hal ini disampaikan oleh salah satu peserta ujian inisial Y.
“Mengapa hal ini bisa terjadi. Padahal seharusnya sistem ujian semacam ini bisa dijadikan contoh selanjutnya bagi penyelenggara Ujian perangkat sekabupaten Mojokerto,” ungkap Y.
Ditambah lagi, ketika peserta ujian sudah melihat hasil yang ditampilkan secara layout di layar depan peserta.
Namun ketika para peserta keluar dari ruang ujian, peserta baru paham bahwa hasil di dalam ruang ujian di atas bukan hasil murni nilai peserta.
Hal ini disaksikan oleh semua peserta, bahwa nilai peserta baru bisa dilihat di luar ruang ujian. Namun, salah satu panitia menyanggupi untuk print nilai seluruh peserta.
LSM LIRA Mojokerto mendapatkan aduan dari masyarakat, bahwa diduga terjadi penyimpangan penyelenggaraan ujian perangkat Desa di wilayah Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto.
Setelah di pelajari, Herianto selaku Sekda Lira Mojokerto Raya mengatakan, memang diduga terjadi banyak kejanggalan serta kecurangan.
“Kami akan kroscek terlebih dahulu kepada yang bersangkutan, termasuk kepada Camat Jetis Camat sebagai penyelenggara ujian,” ujar Herianto.
Ia menambahkan, mengunci atau mengatur nilai peserta hanya bisa dengan membuka komputer dan busa dianggap jadi perangkat karena sudah diatur.
“Peserta yang benar-benar mengerjakan dapat nilai tinggi di skor malah dapat nilai terendah. Bahkan lebih hebatnya lagi nilai antar peserta satu dengan yang lain skornya beda tipis, terkesan sudah diatur agar ujian perangkat di Kecamatan Jetis hasilnya murni,” tegasnya.
Herianto menjelaskan, dengan nama dan NIK KTP bisa jadi perangkat desa ujian hanya formalitas panitia desa untuk perlengkapan berkas.
“Semua kewenangan di pembina tingkat 1 kecamatan Jetis yakni Camat Jetis, Madya Andrianto. Dengan kejadian seperti itu peserta ujian mengharap kepada Bupati Mojokerto untuk menangani serius ujian di Kecamatan Jetis agar diadakan ujian ulang untuk perangkat Desa Penompo, Desa Ngabar dan Desa Mojorejo,” tandas Herianto.
Pihaknya menegaskan, semestinya penilaian soal dilakukan panitia ujian perangkat desa dilakukan dengan terbuka dari nomor 1 sampai nomor 100, tidak langsug muncul hasil skor global.
“Hal ini menjadi perhatian yang serius oleh lembaga LIRA dan beberapa masyarakat pada umumnya, karena ujian dengan sistem semacam ini baru pertama kali diadakan di Kecamatan Jetis sudah menuai kontroversi,” ujar Herianto.
Maka dari itu, LSM LIRA meminta sistem semacam ini harus dikaji ulang secepatnya agar tidak merugikan masyarakat.
“Kita akan melayangkan surat kepada Ketua DPRD kabupaten Mojokerto dan Bupati Mojokerto untuk menghentikan sementara dan mengkaji ulang atas penyelenggaraan sistem ujian semacam ini,” tutup Herianto.
Saat dikonfirmasi, Camat Jetis mengatakan pihaknya akan mempertanyakan kepada BKPSDM Provinsi Jatim.
“Besok kita akan mempertanyakan hal ini kepada BKPSDM Provinsi Jatim Mas,” kata Camat Jetis. (Jay/Adv)