Menjadi Pemuda yang Merdeka

Menjadi Pemuda yang Merdeka
Menjadi Pemuda yang Merdeka

Pemuda adalah bagian dari fase kehidupan produktif yang dialami oleh setiap manusia, meski banyak definisi dan kriteria usia yang menjelaskan tentangnya. Boedi Santoso, seorang pengamat pendidikan asal Malang mendefinisikan pemuda sebagai sekelompok orang yang berada dalam fase usia 15-30 tahun yang berada dalam kondisi idealis. Lain halnya dengan Indra Sutowo, seorang dosen di salah satu Universitas ternama di Malang. Sutowo memaknai pemuda sebagai manusia produktif yang aktif menghasilkan karya-karya dalam taraf lokal maupun internasional, dengan rentang usia 12-25 tahun. Dan masih banyak lagi definisi pemuda menurut para ahli yang intinya pemuda merupakan fase hidup produktif seseorang dalam berorganisasi, bekerja, berkarya yang menghasilkan nilai manfaat dan kegunaan.

 

Dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia di masa penjajahan, peran pemuda sangat jelas sebagai pelopor pergerakan nasional untuk meraih kemerdekaan. Hal ini bisa dimaknai dari Peristiwa Sumpah Pemuda (Jeugdbeweging belofte) yang terjadi di tahun 1928, yang melahirkan sumpah seluruh pemuda untuk satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Tidak hanya itu, pemuda juga menjadi pelopor dalam berdirinya organisasi pergerakan di masa kolonial seperti Boedi Utomo di tahun 1908, Gerakan Pemuda Anshor di tahun 1934, Ikatan Pelajar Muhammadiyah di tahun 1919, bahkan Partai Politik seperti PNI yang dipelopori Bung karno dan para pemuda berdiri di tahun 1927.

 

Peran pemuda terus berlanjut saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaan di tanggal 17 Agustus 1945 dan setelah Merdeka. Kita ingat bahwa kaum pemuda terlibat dalam pergerakan mengungsikan Bung Karno dan beberapa tokoh pergerakan nasional ke Rengasdengklok sehari sebelum proklamasi. Kaum pemuda mendesak Bung Karno untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Kita ingat pula ketika perang mempertahankan kemerdekaan melawan Agresi Militer Belanda yang terjadi selama tahun 1946-1948, tentara dan lascar-laskar pejuang banyak diisi oleh pemuda-pemuda kala itu. Oleh karenanya, makin terang dan jelas bahwa selalu ada peran pemuda di setiap fase kehidupan bangsa, termasuk saat era Orde Lama, Orde Baru hingga saat ini.

 

Di era orde lama, para pemuda turut hadir dalam mengkritisi dan mendukung jalannya pemerintahan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta. Di tahun 1947, terjadi pergerakan mahasiswa di Malang yang menjadi penyemangat dalam mengawal Republik Indonesia yang masih berusia dini. Pergerakan itu adalah Perserikatan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PPMI). Bahkan di bulan Januari 1966, elemen-elemen kepemudaan menuntut pemerintah tiga hal yang isinya menuntut pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), reshuffle cabinet Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat G30S, serta penurunan harga bahan-bahan pokok untuk perbaikan kesejahteraan rakyat. Hingga berakhirnya orde lama, para pemuda aktif menyuarakan kepentingan masyarakat lewat mimbar-mimbar dan demonstrasi-demonstrasi turun ke jalan.

 

Di era Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, pergerakan pemuda mengalami tantangan yang tidak mudah. Terbatasnya ruang gerak dalam menyampaikan pendapat, pembatasan kegiatan pers dalam mewartakan berita, belum lagi penangkapan lawan-lawan politik yang dianggap bersebrangan dengan pemerintah dan terlibat Gerakan 30 September 1965. Meskipun begitu, mahasiswa sebagai agen pemuda di saat itu masih menunjukkan taringnya dengan berbagai kegiatan yaitu Gerakan Mahasiswa Menggugat di awal 1970-an, Gerakan mahasiswa dalam kejadian Malapetaka 15 Januari 1974 dimana mahasiswa mengkritik investasi Jepang yang terlalu luas di Indonesia. Akan tetapi, pergerakan mahasiswa mulai terbatasi ketika Menteri Pendidikan Kabinet Pembangunan III (1978-1983) kala itu, Dr.Daoed Joesoef, menerbitkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK). Akibat kebijakan tersebut, mahasiswa tidak boleh melakukan kegiatan politik dan keorganisasian di kampus, dan kampus adalah institusi pendidikan, bukan institusi politik.

 

Namun, para pemuda juga lah yang menjadi agen yang turut serta dalam mengakhiri Orde Baru dan mengantarkan Indonesia memasuki era Reformasi. Di tahun 1998, terjadi gelombang demonstrasi mahasiswa besar-besaran yang menuntut mundurnya Presiden Soeharto. Mahasiswa dari berbagai kampus dan organisasi mahasiswa bergerak ke Ibukota negara, ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat, menyampaikan aspirasi mereka. Kita tidak lupa gugurnya empat orang mahasiswa Universitas Trisakti dalam Tragedi Trisakti yang terjadi tanggal 12 Mei 1998, penculikan aktivis-aktivis kepemudaan, hingga kekerasan yang dilakukan aparat keamanan terhadap demonstran di masa itu memang fakta, meskipun tidak membuat perjuangan pemuda makin surut hingga saat ini.

 

Menjadi pemuda yang merdeka dalam konteks kekinian ialah menjadi pemuda yang merdeka dalam berpikir, berkarya, dan berkolaborasi untuk mengisi kemerdekaan di bidang masing-masing. Merdeka dalam berpikir bermakna bebas mengeluarkan gagasan-gagasan di tengah tekanan dan caci maki. Merdeka dalam berkarya bermakna pemuda aktif dalam memberi solusi bagi segenap persoalan masyarakat di lingkungan sekitar. Sedangkan merdeka dalam kolaborasi adalah pemuda bebas dalam bekerja sama untuk mencapai suatu kepentingan dan manfaat bagi masyarakat. Ketiga hal inilah yang menjadi esensi bersama yaitu menjadi Pemuda yang merdeka, baik dalam berpikir, bertindak, maupun bersosial. (Jay)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *