mahkota555

RSUD Jombang Optimalkan Layanan HIV Melalui Pendekatan Kemanusiaan

RSUD Jombang Optimalkan Layanan HIV Melalui Pendekatan Kemanusiaan
RSUD Jombang Optimalkan Layanan HIV Melalui Pendekatan Kemanusiaan
Majalahglobal.com, Jombang – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jombang Jawa Timur terus mengoptimalkan layanan untuk menangani kasus HIV/AIDS dengan mengoptimalkan pemahaman dan pendekatan secara multidisiplin, serta mempertimbangkan aspek kemanusiaan.

 

Dokter senior RSUD Jombang, dr. Hardini Indarwati, MH.Kes. mengatakan bahwa dalam memberikan layanan terhadap pasien HIV/AIDS memang berbeda dibanding dengan penyakit yang lain. Mengingat sebagian masyarakat menganggap penyakit HIV/AIDS dikaitkan dengan perilaku yang kurang baik, sehingga named dan nakes yang bertugas di Poli VCT harus lebih aware serta melaksanakan pelayanan dengan hati. Informasi apapun terkait dengan pasien berhenti di Poli VCT, tidak untuk konsumsi public agar mereka tetap percaya dan merasa nyaman dengan kita.

 

Untuk melakukan konseling dengan ODHA harus hati- hati, menjaga privacy dan sikap maupun gesture kita harus dijaga mengingat perasaan mereka sangat sensitive. “Makanya saya selalu menyampaikan kepada pasien HIV yang pertama kali ditemukan di Poli VCT, (Voluntary Counseling and Testing) bahwa kamu keluarga Poli VCT yang baru,” kata dr. Hardini dalam podcats Jombang Interaktif di kanal youtube Radio Suara Jombang, Senin (16/6/2025).

 

Dukungan yang dibutuhkan oleh ODHA bukan hanya sekedar obat,mereka juga butuh dukungan psykologis, dukungan social, dukungan medis dan dukungan Sebaya. Komunikasi intens dengan pendamping ODHA dari MAHAMERU menjadi salah satu metode penanganan pasien untuk pulih secara psikologis, merasa tidak sendirian, ada teman curhat agar mereka dapat menerima status dan lanjut pada proses pengobatan.

 

Kerjasama RSUD Jombang dengan Mahameru sudah terjalin sejak tahun 2014 dalam rangka penemuan pasien baru HIV/AIDS, pendampingan dan kunjungan rumah pada ODHA yang belum on ART /pasien LFU. Selain itu mereka juga membantu pemulasaraan jenazah ODHA yang tidak mau dimandikan di Rumah Sakit, jam berapapun pasti mereka datang bersama nakes puskesmas terdekat.

Tak jarang pihaknya juga menggunakan pendekatan dengan paradigma agama, bahwa raga itu amanah yang harus dijaga kesehatannya. Peristiwa yang lalu biarlah berlalu, ambil hikmahnya dan rencanakan masa depan yang lebih baik dan produktif. Fokus pada pengobatan yang rutin, tepat waktu, agar imun meningkat bisa berkarya seperti orang lain.

 

Menurut dr. Hardini, kasus HIV pertama di Indonesia ditemukan pada seorang wisatawan asal Belanda bernama Edward Hop yang meninggal di Rumah Sakit Sanglah Denpasar pada tahun 1987.

Penyebaran Human Imunodefisiensi Virus (HIV) terjadi melalui berbagai cara antara lain melalui darah, cairan sperma, cairan vagina, ASI dan perilaku yang berisiko.

 

Dalam penjelasannya, untuk di daerah penularan terbanyak terjadi karena hubungan seksual yang tidak aman, Bisa juga terjadi karena penggunaan narkoba suntik secara bergantian. “Kalau di sini, di Jombang, rata-rata pasien saya kebanyakan dari pergaulan bebas yang kurang terpantau orang tua” katanya.

 

Menurutnya, HIV terbagi dalam empat stadium. Stadium 1 dan stadium 2 dikatakan bahwa HIV positif, sedang untuk stadium 3 dan 4 disebut AIDS. Stadium 2 sampai stadium 4 sudah mulai tampak penyakit penyerta/ Infeksi Oportunistik (IO). “Jadi penyebab penyakit HIV dengan AIDS itu sama, hanya saja dikatakan AIDS bila infeksi sudah mengenai mukosa,antara lain Candidiasis Oesophagus,Pneumoni, TBC Paru/ekstra Paru.

dr Hardini melanjutkan,’’ tampak klinis infeksi oportunis itu waktunya lama sekitar 5 tahun tergantung jumlah virus yang masuk, tergantung pada imun dari seseorang. seringnya frekuensi berperilaku berisiko dengan partner yang memang HIV positif belum diobati, sehingga jumlah virusnya masih banyak” jelasnya.

 

“Kalau stadium satu, katakanlah viral load ( jumlah virus ) masih sedikit. sehingga tidak menimbulkan gejala klinis,beda dengan yang stadium diatasnya. Semakin tinggi stadiumnya semakin banyak virus HIV atau semakin tinggi hasil viral load” tambahnya.

 

Untuk itu pasien pendeita HIV/AIDS harus menjalani proses pengobatan dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi, kepatuhan berobat agar jumlah virusnya semakin menurun. Cara kerja ARV adalah menghambat perkembangbiakan virus, bukan membunuh virus HIV. Untuk memantau pengobatan dilakukan pemeriksaan Viral Load setelah 6 bulan minum ARV, setelah itu 1 tahun minum ARV, kemudian setiap 1 tahun sekali.

 

Keberhasilan pengobatan dapat ditunjukkan dengan penambahan berat badan, tidak adanya infeksi oportunis dan sedikitnya jumlah virus sampai tidak terdeteksi. Artinya viral load tidak terdeteksi bukan berarti tidak ada virus, namun sangat sedikitnya virus, sehingga tidak terpantau oleh alat. Pengobatan ARV tetap dilakukan seumur hidup, karena kalau minum ARV dihentikan virus yang ada di reservoir akan muncul dan aktif lagi lama-lama kondisi pasien akan menurun.

 

MOTTO : Jauhi penyakitnya jangan jauhi orangnya, stop DISKRIMINASI dan STIGMATISASI. (Mhd/Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *