Batanghari,majalahglobal.com- Sejalan dengan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mewajibkan agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar- besar kemakmuran rakyat.
Namun pada kenyataannya,kejadian dilapangan tidak selalu seperti teori, seperti halnya di Desa Peninjauan Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batanghari, provinsi jambi, dimana lahan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seharusnya bisa menunjang kesejahtraan kehidupan masyarakat justru hanya menjadi penonton di kandang sendiri.
Hal itu terungkap berdasarkan pernyataan beberapa warga Desa Peninjauan kepada awak media ini, beberapa waktu yang lalu menuturkan, Lahan HTR tersebut dikelola melalui koperasi ,dimana bebarapa tahun yang lalu melalui koperasi mereka mengajukan permohonan untuk pengelolaan lahan
Setelah melewati pròses yang begitu rumit dan lama akhirnya permohonan mereka dikabulkan oleh kementerian Kehutanan,
Namun yang membuatnya sedih,meski namanya sudah terdaftar sebagai anggota dan selalu mengikuti proses hingga berhasil bahkan sudah memenuhi kewajiban tetapi kenyataannya hingga saat ini dia tidak memiliki lahan sejengkal pun di areal tersebut,yang lebih mirisnya lahan yang seharusnya menurutnya haknya masyarakat, malah sudah dikerjakan orang lain dengan alasan sudah membeli dari seseorang
Sehingga menurutnya hal ini merupakan sebuah kesalahan besar, karena sesuai aturan HTR yang dia ketahui tidak boleh terjadi transaksi jual beli lahan,
“karena merupakan lahan kehutanan yang diijinkan pemerintah untuk diolah Masyarakat dengan sistem tumpang sari adalah sistem kontrak jadi tidak boleh diperjual belikan,” Sebutnya warga
Lanjutnya, bukan hanya itu,menurutnya di Lahan HTR tersebut sudah banyak terjadi ketimpangan,”bahwa yang sebenarnya sesuai aturan pengelolaan HTR lahan tersebut harus ditanami pohon karet ,namun kenyataannya bisa kita lihat bang, yang ada banyak ditanami sawit tanpa tanaman keras,itu kan sudah jelas menyalahi aturan,”ungkapnya bernada tinggi sembari mengetuk ketuk meja
Hal itu juga dikatakan warga lainnya,kepada awak media ini, menuturkan, sebenarnya HTR tersebut diberi pemerintah untuk diolah masyarakat,dengan catatan khusus untuk warga sekitar bahkan yang paling berhak mengelola lahan tersebut,yakni masyarakat yang berdomisili di Desa Peninjauan. namun dugaan didalamnya sudah terjadi jual-beli lahan karena sa’at ini yang menguasai lahan di dalamnya adalah orang-orang dari luar daerah
“Namun apa,sekarang yang berkuasa disana di HTR tersebut adalah orang orang dari luar, seperti orang dari medan, Warga diluar desa kami ini, malah kami putra daerah menjadi penonton di kampung sendiri,”ungkapnya
Menindak lanjuti hal tersebut media ini mencoba mengkonfirmasi
Aldian, selaku kepala Desa Setempat, mengaku tidak mengetahui adanya jual beli di lahan HTR tersebut, secara jelas namun hanya mendengar ķabar bahwa ada orang dari luar daerah mengelola lahan HTR yang berada di wilayah Desanya,
”Mereka belum pernah ada lapor ke kita bang dan tidak ada komunikasi,jadi kita tidak mengetahui legalitasnya dan keberadaanya di daerah kita, ”sebut Kades.
Sementara itu diwaktu yang bersamaan
selaku warga Desa Peninjauan, mengaku agak geram juga dengan keberadaan orang dari luar daerah tersebut, yang mengelola lahan HTR tersebut sehingga ia pun mengharap kepada awak media ini agar mengangkat kebenaran yang terjadi di Lahan HTR tersebut.
“Dari beberapa hal tersebut cukup jelas buat Bapak-bapak kehutananu untuk melakukan tindakan, kami berharap tidak ada dusta diantara kita, masyarakat Desa peninjauan menunggu pihak kehutanan hadir untuk lroscek di lahan HTR di wilayah Desa peninjauan itu, biar mereka tahu agar persoalan ini bisa jelas,” Ucapnya. (Darmawan)