Kenaikan Upah Buruh Dinilai Tak Pengaruhi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA)

MOJOKERTO – MG : Buruh di Kabupaten Mojokerto menuntut Upah Minimum Kabupaten (UMK) naik 22 persen. Kendati ada wacana UMK di ring satu termasuk Kabupaten Mojokerto tidak akan naik.
    
Ditambah survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Disnaker Kabupaten Mojokerto hanya menemukan angka Rp 2,232 juta. Dikatakan, Ardian Safendra Konsultan Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Mojokerto jumlah itu masih lebih kecil dibanding UMK sekarang ini yakni Rp 2,695 juta.
    
’’KHL itu belum memasukkan komponen transportasi dua kali PP (pulang-pergi) dan iuran BPJS. Makanya, kita tetap menuntut UMK naik. Kenaikan UMK 22 persen paling sesuai dengan kondisi sekarang ini,’’ tuturnya.
    
Itu berarti naik Rp 592 ribu menjadi Rp 3,287 juta. Nilai tersebut masih kata dia adalah jalan tengah dari melemahnya kondisi ekonomi dan sebagai nilai yang adil untuk buruh dan pengusaha. Di mana nilai daya beli buruh tidak turun drastis dan pengusaha tidak melakukan PHK terhadap pekerjanya.
    
KHL Rp 2,232 juta yang ditemukan Disnakertrans menurut Ardian tidak bisa dijadikan acuan UMK. Karena belum memasukkan pembiayaan jaminan sosial dan nilai transport dua kali PP. ’’Jika nilai KHL tidak memasukkan unsur nilai pertanggungan jaminan sosial yang nilainya sekitar 4 persen, maka dipastikan terjadi penurunan kualitas dari nilai KHL,’’ ucapnya.
    
Hal itu, dikarenakan harus ada uang yang dialokasikan untuk membayar iuran jaminan sosial tersebut. ’’Oleh karena itu, untuk menghindari hilangnya daya beli masyarakat maka sejatinya upah buruh harus dinaikkan,’’ tegasnya.
    
Menurut Ardian, kenaikan upah tahun lalu sebesar 30 persen tidak menurunkan jumlah investor yang masuk ke Kabupaten Mojokerto. ’’Sekitar 20 perusahaan penanaman modal asing (PMA) masuk dan berinvestasi di Mojokerto dan tidak berpengaruh dengan kenaikan upah,’’ ucapnya.
    
Dia juga siap mengambil langkah kepada perusahaan yang tidak membayar sesuai UMK. ’’Jika hanya 25 persen yang membayar UMK, maka 75 persen dari anggota Apindo Mojokerto telah melanggar hukum dan bisa saja ditindak pidana oleh kepolisian,’’ tandasnya.
     
Pendapat Apindo yang mengatakan bahwa akan banyak PHK jika upah naik, menurut Ardian  itu hanya omong kosong. ”Tanpa adanya upah naik pun Apindo pasti juga akan mem-PHK buruh dengan berbagai alasan terutama untuk karyawan kontrak dan outsourcing,’’ paparnya.
    
Gubernur, menurut Ardian, juga tidak bisa semena-mena mengambil kebijakan tidak menaikkan upah buruh. ’Dengan tidak menaikkan nilai upah, maka gubernur kata dia sudah mencederai semangat hubungan industrial yang berkeadilan.
    
”Upah naik adalah sebuah solusi menurunnya tingkat daya beli buruh. Jika upah naik maka daya beli naik dan bisa berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi karena barang dan jasa tetap bergerak,’’ tandasnya. (Jay/Adv)
Baca Juga :  Wakil Ketua DPRD Kabupaten Mojokerto Apresiasi Turnamen Bola Voli Piala Bupati 2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *