Pelatihan Jurnalistik Dari 17 Provinsi Dirut PJC Wahyudi Pengabean, Berikan Strategi Jitu Buat Peserta

Pelatihan Jurnalistik Dari 17 Provinsi Dirut PJC Wahyudi Pengabean, Berikan Strategi Jitu Buat Peserta
Pelatihan Jurnalistik Dari 17 Provinsi Dirut PJC Wahyudi Pengabean, Berikan Strategi Jitu Buat Peserta

Pekanbaru, majalahglobal.com – Drs. Wahyudi El Panggabean, MH narasumber utama pelatihan jurnalistik yang digelar secara hybrid memberikan materi terkait Kode Etik Jurnalistik sekaligus strategi jitu menembus narasumber di hadapan peserta dari 17 provinsi yang ada di Indonesia.

Pelatihan Jurnalistik Dari 17 Provinsi Dirut PJC Wahyudi Pengabean, Berikan Strategi Jitu Buat Peserta
Pelatihan Jurnalistik Dari 17 Provinsi Dirut PJC Wahyudi Pengabean, Berikan Strategi Jitu Buat Peserta

Peserta pelatihan jurnalistik dari 17 provinsi tersebut diantaranya, 1) Provinsi Jambi, 2) Sulawesi Tenggara, 3) Sumatera Barat, 4) Sumatera Utara
5) Papua Barat, 6) Kalimantan Barat, 7) Sulawesi Utara, 8) Sulawesi Selatan, 9) Jawa Timur, 10) Jawa Tengah, 11) Jawa Barat, 12) Nangroe Aceh Darussalam, 13) Lampung, 14) DKI Jakarta, 15) Maluku Utara, 16) Bali dan 17) Provinsi Riau.

Pembicara public berlisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) itu dalam paparannya menyebutkan, ada syarat khusus yang harus dipenuhi jika ingin mendapatkan hasil yang benar-benar maksimal dari profesi wartawan.

“Masukilah profesi ini atas panggilan hati,” sebutnya di hadapan para peserta pelatihan yang langsung disiarkan dari kantor PJC Pekanbaru, Sabtu (18/11/2023) siang kemarin.

Pada hakikatnya kata Wahyudi, seorang wartawan berarti pemburu informasi.

“Seorang pemburu berarti dengan sepucuk senjata di genggaman dan pemburu sejati adalah pemburu yang berani dan jujur,” papar suami Advokat Asmanidar, SH itu.

Keberanian dan kejujuran wartawan kata penulis buku ‘Untukmu yang Ingin Menjadi Wartawan Sukses’ itu harus berada pada lingkup aturan yang membatasinya.

“Keberanian dan kejujurannya itu harus tercermin dalam sikapnya yang santun, berniat baik, adil dan profesional. Tidak mentang-mentang diberi wewenang melakukan perburuan informasi lantas, seenaknya ‘menembaki’ buruan,” katanya.

Senjata di tangan sebut Hakim Ethik Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia Pekanbaru itu, berikut pelurunya belum cukup tanpa keahlian menggunakannya.

“Jangan sampai terjadi, senjata justru makan tuannya. Pemahaman dan penataan pada kode etik bagi wartawan merupakan hal mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar. Kode etik begitu penting. Karena itu adalah pegangan dan batasan moral bagi wartawan dalam melakukan tugas-tugas jurnalistiknya,” sebutnya.

Ayah dari tiga anak itu mengatakan, umumnya gangguan yang terjadi dalam tugas-tugas kewartawanan bersumber dari ketidakpahamannya terhadap kode etik jurnalistik.

“Sebab, tugas jurnalistik harus dikawal oleh kode etik jurnalistik. Tanpa itu wartawan akan kehilangan kendali dan gagal dalam menjalankan tugasnya,” katanya.

Di hadapan puluhan peserta pelatihan jurnalistik, Pemimpin Redaksi media on-line forumkerakyatan.com itu berpesan, agar memegang teguh KEJ dalam menjalankan profesi sebagai pemburu berita.

“Wartawan harus punya nyali. Bekerja dengan sepenuh hati. Berani seperti singa. Walaupun ada gajah yang lebih besar dan kuat. Ada kancil yang lebih cerdik. Tapi singa, tetap menjadi raja hutan. Karena, keberaniannya,” paparnya di hadapan puluhan peserta
yang terdiri dari redaktur, pemimpin redaksi, owner media serta sejumlah peserta di luar profesi wartawan turut serta mengikuti pelatihan tersebut.

Trainer berlisensi BNSP itu memberikan strategi jitu agar mampu menembus narasumber.

Wartawan harus berpakaian rapi saat menjalankan tugas jurnalistik. Karena hal itu bisa memengaruhi reaksi narasumber.

“Hampir bisa dipastikan jika anda berpakaian rapi dan bersih kalau perlu pakai parfum akan mendapat sambutan hangat dari narasumber. Kemudian bicaralah dengan lembut dan santun. Rasanya, jarang orang yang tidak peka dan senang dengan kelembutan. Bagi wartawan berbicara lembut dan santun adalah keharusan,” paparnya.

Hal utama yang perlu dipahami kata lulusan Magister Hukum Universitas Islam Riau itu, harus berpenampilan prima dan lebih dulu bersikap lemah lembut serta berbicara santun.

“Inilah strategi jitu ‘menembus’ narasumber,” pungkasnya.

(Darmawan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *