JAMBI, majalah global.com – Selasa (31/10/2023) Limbah batu bara telah menjadi sumber pencemaran yang serius terhadap air tanah dan laut, mengancam lingkungan dan kesehatan manusia secara luas. Kolam penampungan abu sisa pembakaran di pembangkit listrik tenaga batu bara menjadi salah satu sumber utama pencemaran air tanah.
Salah satu zat beracun yang seringkali ditemukan dalam air tanah tercemar adalah arsenik. Arsenik merupakan karsinogen yang terkait dengan berbagai jenis kanker. Menurut laporan tersebut, tingkat arsenik yang melebihi batas aman telah terdeteksi dalam air tanah tercemar dan akan mengakibatkan PH tanah menjadi rendah dalam waktu yang lama.
Atas Laporan Warga Desa Ladang Panjang Kecamatan sarolangun, Kabupaten Sarolangun,diduga ada nya Pencemaran Anak sungai Balur menjadi dangkal dan sawit warga terancam mati, Kami tim Kros cek ke Lokasi Perkebunan sawit Warga yang terletak di pinggir Anak sungai Balur,
H.Amin warga ladang panjang dan Pak Haris yang perkebunan sawit nya dekat aliran anak sungai yang diduga tercemar limbah, limbah tersebut diduga berasal dari Perusahaan Tambang Batu Bara, PT. PSC dan Cerita.
Mengatakan ,” selama Batu bara beroperasi diwilayahnya. Disepanjang anak Sungai Balur menjadi keruh dan dangkal akibat ditutupi limbah bertahun tahun.bila turun hujan masuk ke tanah Perkebunan Sawit milik nya.yang mengakibatkan Buah sawit membusuk, pelepah sawit menguning terancam gagal Panen,” ujar Amin.
Dulu sebelum ada pertambangan batu bara sungai Bersih jernih banyak yang mancing ikan warga disekitar sini, sungai pun elok lancar air nya bila hujan deras tidak dangkal seperti sekarang ini,” ucap nya.
Sekarang Sungai keruh dan dangkal hampir hilang ke aslian sungai nya.karena dangkal bila hujan air sungai masuk diperkebunan sawit nya.sehingga Sawit mengalami gagal panen dan pelepah sawit menjadi kering berubah warna kuning, lama lama sawit menjadi mati kalau dibiarkan,’ tegas amin
“Sementara Pihak Perusahaan Batu bara Humas PT.SPC Dihubungi Melalui WhatsApp (WA) Mengatakan,” pihak nya akan turun cek ke lokasi sungai Balur yang dekat Perkebunan warga,” ujar nya.
Kita akan cek lokasi Sungai balur, apa benar limbah itu dari Limbah Batu Bara Perusahaan kami, Setelah kita cek baru kita akan tahu kebenaran nya,”ucap nya.
“Ditempat terpisah,Hamdi Zakaria, A.Md, Ketua Tim Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup dan Kehutanan (TMPLHK) yang notabene juga sebagai Korwil Badan Penyidik Nasional Ombusman Muda Indonesia (BPN OMIICC) Provinsi Jambi.
Yang Konsen di bidang Lingkungan Hidup, Menyikapi Permasalah Terkait Pencemaran Dan Pedangkalan Air sungai Balur Tersebut. Menurut nya bila benar Pencemaran itu ada dan sungai menjadi dangkal akibat Limbah batu bara, dan Perkebunan sawit warga terancam mati ini sangat Membahayakan kelangsungan Mata pencarian warga yang hidup nya tergantung dari Perkebunan sawit,”.tutur nya
Hendak nya Pemerintah Daerah meninjau ulang Perizinan Perusahaan tersebut UIP ( Usaha Izin Pertambangan) nya ditinjau kembali,karena tidak memperhatikan Lingkungan, AMDAL dari Pencemaran air sungai dan membuat sungai menjadi dangkal. Seharusnya Perusahaan Batu Bara memiliki Reklamasi Sungai,” Ungkap Hamdi
“Lanjutnya,”Tindak Pidana Tidak Melakukan Reklamasi dan Pascatambang
Aktivitas penambangan jelas merupakan aktivitas yang merusak lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan pertambangan wajib melakukan penambangan yang bertanggung jawab melalui kegiatan reklamasi dan pascatambang, pun berikut dengan menyediakan dana jaminannya.
Terdapat sanksi berat yang menanti apabila pengusaha pertambangan mangkir dari kewajibannya ini.
Pasal 161B ayat (1) UU Minerba menyatakan bahwa para pemegang izin pertambangan yang mangkir dari kewajiban ini dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Tak hanya pidana penjara maupun denda, ayat (2) dari pasal yang sama memberikan hukuman tambahan berupa upaya paksa pembayaran dana dalam rangka pelaksanaan kewajiban Reklamasi,” tegas Hamdi.
“Kemudian Pertanggung jawaban pidana pelaku perusakan sungai merupakan seseorang yang mempertanggung jawab kan perbuatannya, dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya daerah aliran sungai. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menyebutkan kesengajaan dalam penguasahaan air dan sumber-sumber air yang tidak berdasarkan perencanaan tanpa izin pemerintah, tidak ikut membantu usaha penyelematan tanah, air, sumber-sumber air serta bangunan pengairan dinyatakan sebagai tindak pidana kejahatan.
“Pertanggung jawaban terhadap pelaku pidana perusakan sungai berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain teori pertanggung jawaban, teori pemidanaan dan teori penegakan hukum. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, dengan pendekatan konseptual dan pendekatan undang-undang. Berdasarkan hasil penelitian adanya faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum dalam memberantas pelaku perusakan sungai yaitu :
faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor masyarakat, faktor ekonomi dan kesadaran hukum. Untuk pertanggung jawaban pidana terhadap pelaku perusakan sungai dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Pelaku perusakan sungai dapat diancam pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun Penjara,’ Jelas Hamdi
Oleh sebab itu kami Dari Lembaga TMPLHK akan melayangkan surat Resmi terkait permasalahan ini. Kepihak pihak yang terkait. Lingkungan Hidup Kabupaten Sarolangun, LH Provinsi, Bupati dan Gubernur serta tembusan Ke Menteri Lingkungan Hidup RI dan Dinas Pertambangan Minerba,” tutup nya.
*(tim)*