Seperti ramai diberitakan, Kepala Desa Watonmas Jedong Ngoro karena dianggap lalai atau mal prosedur terkait pemberhentian ketiga perangkat desanya, hal ini sampai dibawah keruangan RDP DPRD Kabupaten Mojokerto pada tanggal 06 Februari 2025, dan diberitakan oleh Wartawan Media Terpercaya Majalah Global.
Setelah dimintai tanggapan terkait pemberitaan oleh salah satu wartawan media ini, Kami memberikan judul “Keabsahan Pemberhentian Perangkat Desa oleh Kepala Desa Wotanmas Jedong Ngoro”.
Bahwa apa yang dilakukan oleh Kepala Desa Watonmas Jedong Ngoro adalah sudah benar hal ini mengacu kepada UU Desa No 3 Tahun 2024 atas Perubahan Kedua UU No 6 Tahun 2014 Pasal 26 Ayat (2) huruf b yaitu “mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian perangkat Desa kepada bupati/wali kota” jo Pasal 49 dan Pasal 53 Ayat (3) jo Pemendagri No 67 Tahun 2017 Pasal 12 Ayat (2a) yaitu “Perangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diangkat secara periodisasi yang telah habis masa tugasnya dan berusia kurang dari 60 (enam puluh) tahun dapat diangkat sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun”.
Terdapat frasa dapat hal ini bisa diartikan sifatnya sukarela (volunteer/ voluntary). Dalam penjelasan Pasal 26 huruf b dalam UU a quo tertulis “cukup jelas”, jika memang Kita masih ragu, kita bisa mencari padanan kata/ arti kata mengusulkan. Arti kata mengusulkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yaitu meng·u·sul·kan v mengajukan usul; mengemukakan (mengajukan dan sebagainya) sesuatu (pendapat, saran, dan sebagainya) supaya dipertimbangkan (disetujui dan sebagainya).
Kepala Desa Wotanmas Jedong menurut pengakuannya telah berkirim surat resmi kepada Bupati Mojokerto pada tanggal 21 November 2024, maka jika sampai saat penerbitan surat keputusan pemberhentian 3 (tiga) orang Perangkat Desa tersebut tidak dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) sampai 4 (empat) bulan maka pengajuan tersebut dianggap telah ditolak oleh Bupati Mojokerto. Pasal 3 Ayat (3) UU No 5/1986 yang ubah UU No 51/2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Namun tidak demikian dengan UU Administrasi Pemerintahan (UUAP No 30/2014), Pasal 53 Ayat (2), seharusnya Bupati Mojokerto sudah mengeluarkan keputusan terkait pengusulan pemberhentian 3 (orang) Perangkat Desa tersebut maksimal 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan pengusulan tersebut diterimanya, karena jika hal tersebut didiamkan atau tidak dijawab maka pengusulan tersebut dianggap dikabulkan secara hukum (baca: Pasal 53 Ayat 3 UU No 30/2014).
Lantas aturan mana yang harusnya dipakai oleh Kepala Desa Watonmas Jedong dalam menyikapi hal ini, ketika ada suatu aturan yang dianggap saling tumpang tindih maka kita menerapkan asas lex Posterior Derogat Legi Priori dan asas Lex Specialis Derogal legi Generalis dimana UU AP dianggap sebagai hukum khusus yang mengatur mengenai hukum materil tata usaha negara, maka ketentuan yang diberlakukan adalah UU Administrasi Pemerintahan.
Hal ini dikarenakan keputusan yang didiamkan ini masih merupakan ranah bestuur (pemerintah), bukan ranah peradilan sehingga harus tunduk pada UU AP yang mengatur mengenai tata laksana pemerintahan dalam menerbitkan keputusan.
Dengan demikian pendapat penulis menyimpulkan bahwa apabila Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak merespon permohonan masyarakat maka Badan dan/atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah mengabulkan permohonan pemohon.
Selain itu jika menggali sejarah pembentukan UU Desa, maka kita bisa kita temukan jika UU tersebut bertujuan untuk memandirikan desa, suatu penghargaan atas desa karena Desa adalah bersifat otonomi yang dianggap sebagai upaya dalam rangka mendorong pengambilan keputusan yang terdesentralisasi diseluruh pelosok nusantara.
Bisa dibayangkan jika organ pemerintahan desa yang terdiri kepala desa merupakan Kepala-nya sedangkan Kaur/ Kasie adalah tangannya, Kepala Dusun adalah Kakinya, Ruh/ Jiwanya adalah masyarakat yang tergabung dalam beberapa lembaga desa seperti BPD, LMP, Ketua RT/ RW, PKK, Ormas-Ormas yang hidup di Desa tersebut, Karang Taruna, Para Tokoh Masyarakat & Tokoh Agama dll. Maka tidaklah berlebihan jika kewenangan Kepala Desa salah satunya adalah mengangkat dan memberhentikan salah satu organnya.
Patut diingat jika arti kata Pemerintah Desa itu adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa, hal ini selaras dengan SEMA No. 02 Tahun 2019 huruf E tentang Sengketa Perangkat Desa, yaitu yang harus didudukkan sebagai Tergugat adalah Kepala Desa bukan Bupati.
*NISFI WILUJENG., S.H
Penulis merupakan Staf Paralegal (Advokat Magang) di Firma Hukum H Rifan Hanum & Nawacita