mahkota555

Polemik Kepala Desa Rejosari dan Kepala Dusun Lebaksari Disidangkan, 10 Saksi Dihadirkan JPU

Polemik Kepala Desa Rejosari dan Kepala Dusun Lebaksari Disidangkan, 10 Saksi Dihadirkan JPU
Suasana Sidang di Pengadilan Negeri Mojokerto

Majalahglobal.com, Mojokerto – Polemik Program Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Rejosari, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto telah mamasuki babak baru. Mantan Anggota BPD Rejosari Supardi yang telah melaporkan Kepala Desa Rejosari Suprapto dan Kepala Dusun Lebaksari Hariyanto ke Polres Mojokerto beberapa bulan yang lalu saat ini telah memasuki tahap persidangan di Pengadilan Negeri Mojokerto.

 

Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Sarudi, S.H., M.H. menjelaskan bahwa 10 saksi yang telah dihadirkan JPU telah disumpah untuk memberikan keterangan yang jujur dan apa adanya.

 

“Pihak pengadilan akan melihat sejauh mana fakta persidangan hari ini. Hari ini ada 10 saksi, namun sementara 5 saksi dulu yang hari ini dimintai keterangan yakni Bapak Supardi, Bapak Yaten, Bapak Umar Buan, Bapak Muhamad Zaidul Abidin dan Bapak Sugianto. 5 saksi lainnya diagendakan pada saat sidang hari Kamis 20 Oktober 2022,” terang Sarudi, S.H., M.H., Selasa (18/10/2022) di Pengadilan Negeri Mojokerto.

 

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Alexi menanyakan kepada Supardi terkait kronologi awal permasalahan ini bisa terjadi.

 

“Saudara saksi, coba jelaskan bagaimana kronologi permasalahan ini bisa terjadi,” tanya Alexi.

 

Supardi menjawab, jadi pada tanggal 5 Juni 2020 ia diundang RT untuk rapat PTSL di Balai Desa Rejosari. Dalam rapat tersebut dipimpin langsung oleh Kepala Desa Rejosari.

 

“Dalam rapat tersebut Kepala Desa Rejosari menyatakan bahwa biaya PTSL untuk tanah jual beli Rp. 500 ribu, biaya PTSL untuk tanah hibah Rp. 1 juta, biaya PTSL untuk tanah waris Rp 1,5 juta dan biaya PTSL untuk tanah nol atau tanpa surat-surat Rp. 1,5 juta,” ungkap Supardi.

 

Menanggapi hal tersebut, Alexi kembali menanyakan kepada Supardi.

 

“Apakah harga tersebut merupakan hasil mufakat atau keputusan langsung dari Kepala Desa Rejosari,” tanya Alexi.

 

Supardi menjawab, harga tersebut merupakan keputusan langsung Kepala Desa Rejosari tanpa ada musyawarah dengan seluruh tamu undangan.

 

“Selain itu juga tidak ada pembentukan panitia PTSL. Jadi saat itu Kepala Desa Rejosari juga mengajak para warga agar segera membayar biaya PTSL ke Kepala Dusun agar pada bulan Oktober 2020 sertifikatnya sudah jadi. Jadi otomatis saya segera membayar Rp. 3 juta ke Kepala Dusun Lebaksari untuk biaya PTSL 3 bidang tanah milik istri saya. Saat itu saya tidak mendapatkan bukti kwitansi pembayaran hanya ditulis saja pembayaran saya di buku catatan Kepala Dusun Lebaksari. Selain membayar Rp. 3 juta saya juga menyerahkan fotocopy KTP, KK, Bukti Pembayaran Pajak dan Surat Petok D. Kemudian saat bulan Oktober 2020 ternyata tidak ada sertifikat yang jadi,” terang Supardi.

 

Menanggapi hal tersebut, Alexi menanyakan perkara ini lebih mendetail kepada Supardi.

 

“Apakah saudara saksi sudah mencoba menanyakan hal tersebut kepada Kepala Desa dan mengecek ke BPN. Mengapa pada bulan Oktober 2020 sertifikatnya belum jadi?,” tanya Alexi.

 

Supardi menjawab, pihaknya telah mencoba menanyakan hal tersebut kepada Kepala Desa Rejosari namun tidak ada kejelasan.

 

“Maksud saya cobalah pemohon PTSL ini dikumpulkan lagi dan diberikan penjelasan. Meskipun mundur tidak apa-apa yang penting ada penjelasan. Saat itu Pak Kepala Desa Rejosari malah sesumbar kalau kenal Jaksa, kenal Polisi. Bahkan pada keesokan harinya, saya dapat informasi bahwa Perangkat Desa Rejosari mengancam bakal memenjarakan warga Desa yang telah menanyakan kejelasan PTSL ke Pak Kepala Desa Rejosari. Kemudian saat kami cek ke BPN, ternyata di tahun 2020 Desa Rejosari tidak mendapatkan Program PTSL. Desa Rejosari baru mendapatkan Program PTSL pada tahun 2022 ini,” jelas Supardi.

 

Menanggapi hal tersebut, Alexi bertanya kepada Supardi. Apakah saudara saksi saat ini sudah mempunyai sertifikat?

 

“Apakah ada penarikan biaya PTSL lagi untuk program PTSL 2022 di Desa Rejosari? Apakah uang Rp. 3 juta saksi saat ini telah dikembalikan terdakwa Suprapto dan terdakwa Hariyanto?,” tanya Alexi.

 

Supardi menjawab, saat ini ia belum mendapatkan sertifikat. Rencananya di pembagian tahap II yakni di bulan Nopember 2022 ia bakal mendapatkan sertifikat. Total ada 271 Pemohon pada PTSL tahun 2022. Yang telah dibagikan sertifikatnya ada sebanyak 119, sisanya dibagikan di bulan Nopember 2022.

 

“Pada PTSL 2022 telah ada sosialisasi dari BPN, musyawarah mufakat biayanya Rp. 300 ribu untuk segala macam bidang tanah dan telah dilakukan pembentukan panitia. Jadi saya bayar lagi Rp. 900 ribu di PTSL 2022 karena saya mengajukan 3 bidang tanah istri saya. Untuk uang Rp. 3 juta pada waktu PTSL 2022 sampai detik ini belum dikembalikan kepada saya. Perlu diketahui pada tahun 2020 itu awalnya warga Desa Rejosari hanya melakukan pengaduan di Polres Mojokerto. Kemudian terbit Laporan Polisi pada tanggal 12 Agustus 2021. Waktu di Polres kurang lebih ada 23 korban PTSL yang dipanggil penyidik,” papar Supardi.

 

Menanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum Terdakwa Iwan Setianto, S.H. saat diwawancarai media ini menerangkan, dalam fakta persidangan sudah terang benderang. Perkara ini memang sangat-sangat terasa sekali diduga kuat dipaksakan.

 

“Sebetulnya perkara 372, 378 ini bukan perkara pidana. Perkara ini sebetulnya adalah suatu kesalahan administrasi yang memang didesain sedemikian rupa sehingga menjadi suatu perkara pidana. Tadi sangat terlihat sekali bahwa dari beberapa saksi yang dihadirkan oleh JPU itu apa yang dia sampaikan disebutnya tidak sesuai dengan fakta,” jelas Iwan Setianto, S.H.

 

Lebih lanjut dikatakannya, dapat dilhat dari tadi bahwa semua saksi menyampaikan bahwa pada tanggal 5 Juni 2020 itu Kepala Desa Rejosari beserta jajarannya tujuannya mengumpulkan warga itu untuk segera dilakukan PTSL sedangkan maksud dari Kepala Desa Rejosari itu sebetulnya tidak seperti itu.

 

“Kepala Desa Rejosari hanya berupaya agar warga desanya itu tertib administrasi untuk kepemilikan hak atas tanah. Artinya hak atas tanah itu sebelum jadi sertifikat yakni untuk administrasi di Petok D. Jadi hal itu diverifikasi supaya apabila di tahun-tahun mendatang ada PTSL dan kebagian kuota maka tidak kesulitan untuk PTSL tersebut,” tegas Iwan Setianto, S.H.

 

Lebih jauh dikatakannya, ia menduga hal ini dipelintir oleh beberapa lawan politiknya Kepala Desa Rejosari. Terbukti memang pelapor Supardi ini adalah lawan politiknya pada saat pemilihan Kepala Desa Rejosari dan memang sengaja dipelintir seakan-akan menjanjikan PTSL sertifikat jadi pada bulan Oktober 2020.

 

“Padahal waktu itu Kepala Desa tidak pernah menyampaikan bahwa bulan Oktober 2020 sertifikat PTSL jadi. Yang dimaksud bulan Oktober 2020 jadi adalah terkait administrasi Petok D di Desa Rejosari sudah tertata rapi sehingga apabila tahun 2021 atau tahun 2022 ada kuota PTSL kita bisa melaksanakan PTSL itu dengan cepat tanpa adanya hambatan. Pada hari Kamis 20 Oktober 2020 ada sidang lagi terkait permintaan keterangan 5 saksi selanjutnya. Kami ingin sekali membuka fakta di dalam persidangan karena di dalam persidangan kami bisa membuka fakta terang benderang bahwa perkara ini perkara yang sangat-sangat dipaksakan,” ujar Iwan Setianto, S.H. (Jay)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *